ANALISIS
PENERAPAN MODEL BLENDED LEARNING BERBANTUAN
ZOOM
DAN GOOGLE FORM SERTA PENGARUHNYA TERHADAP
KEMAMPUAN
BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI
REDOKS
KELAS X SMA N 1 KOTA JAMBI
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi masalah dalam penelitian ini antara lain:
1. Bagaimana penerapan model pembelajaran blended learning dengan bantuan zoom dan google form pada materi redoks di kelas X SMA N 1 Kota Jambi?
2. Bagaimana penerapan model pembelajaran blended learning berbantaun zoom dan
google form dapat berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa pada materi redoks kelas X SMA N 1 Kota Jambi?
Penelitian
yang Relevan
Penelitian yang
dapat mendukung tentang model blended
learning dilakukan oleh Utomo, dan Wihartanti pada tahun 2019 dengan judul
“ penerapan strategi blended learning
untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa pada era revolusi
industry 4.0” tujuan dari penelitiannya yaitu untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis dan hasil belajar. Metode penelitian yang digunakan yaitu
penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam tiga siklus. Hasil
analisa data menunjukkan adanya peningkatan kemapuan berpikir kritis yang
awalnya 33,8% menjadi 42,2% pada siklus 1. Pada siklus 2 meningkat menjadi
71,9%, dan pada siklus ke 3 meningkat menjadi 92,3%.
Selanjutnya
penelitian yang dilakukan oleh Sari (2013) dengan judul “strategi blended learning untuk peningkatan
kemandirin belajar dan kemampuan critical thinking mahasiswa di era digital”
dimana tujuan dari penelitian ini yaitu
untuk mengetahui deskripsi implementasi strategi blended learning dalam meningkatkan prestasi belajar, mengetahui
peningkatan kemandirian belajar dan untuk mengetahui peningkatan kemampuan
critical thinking. Penelitian ini
menggunakan pendekatan model kemmis-Taggart dan merupakan penelitian tindakan
kelas (PTK). Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu menggunakan
observasi, tes dan pemberian kuis untuk mengetahui kualitas proses dan hasil
pembelajaran. Hasil dari penelitian untuk belajar mandiri sebelum menggunakan
blended learning sebesar 14,3% dan setelah menggunakan blended learning sebesar
85,7%. Untuk kemampuan berpikir kritis didapatkan hasil sebelum menggunaklan
blended learning sebesar 19,3% dan setelah menggunakan sebesar 88,6%, dan untuk
prestasi belajar sebesar 92,9%.
Selanjutnya
penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni, dkk (2019) yang berjudul “ pengaruh blended learning terhadap kemampuan
berpikir kritis siswa SMA pada materi suhu dan kalor” tujuan dari penelitian
ini yaitu untuk mengetahui pengaruhh blended learning pada keterampilan
berpikir kritis siswa dalam materi suhu dan kalor metode yang digunakan yaitu
posttest only control group design yang dianalisis secara kuantitatif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang signifikan dari blended learnig pada keterampilan
berpikir kritis siswa dalam materi suhu dan kalor.
Berdasarkan penelitian
diatas yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran
blended learning memberikan pengaruh yang baik pada kemampuan berpikir kritis
siswa, dikarenakan model pembelajaran blended
learning adalah model pembelajaran yang mengkombinasikan pembelajaran
secara langsung (offline) dan pembelajaran tidak langsung (online), yang mana
dengan adanya model blended learning pembelajaran
dapat dilakukan diluar kelas dan pembelajaran menjadi lebih fleksibel dengan
adanya bimbingan dari pengajar.
Sehubung dengan
uraian diatas model blended learning
dinilai mampu meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa yang mana model
ini memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk memperoleh pengalaman
belajar agar siswa menjadi lebih aktif dalam belajar dengan adanya model ini.
Teori Belajar Pada Model Pembelajaran Blended Learning
Menurut Latchem
and jung (2010) dalam Utomo dan Wihartati (2019) pembelajaran blended learning sangat cocok untuk
pembelajaran diterapkan disekolah dikarenakan model ini memadukan dua metode
yakni pembelajaran tatap muka dan pembelajaran secara online, dimana tujuan
blended learning adalah untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif
sehingga menjadikan siswa menjadi lebih aktif dan mandiri.
Model Blended
Learning memiliki landasan teori
belajar konstruktivisme, yang mana Konstruktivisme merupakan
salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan seseorang
adalah hasil dari konstrukssi atau bentukan orang itu sendiri. Pengetahuan yang
dibangun oleh siswa tergantung pada pengetahuan dan pengalaman mereka
sebelumnya melalui interaksi social dan penggunaan bahasa. Konstruktivis berkaitan
dengan pendekatan pemprosesan informasi untuk pembelajaran dimana merangkum ide
tentang bagaimana cara individu menggunakan keahlian pemprosessan informasi
untuk berpikir secara konstruktivis. Proses konstruksi pengetahuan secara
personal oleh piaget atau sosiokultural oleh vygotsky, keduanya sama-sama
mengimplikasikan keaktifan siswa dalam belajar, yang menjadi pembeda keduanya
yaitu piaget lebih menekankan pada pentingnya keaktifan individu, sedangkan
yang satu lebih menekankan pentingnya sosiokultural. Hal ini selaras dengan
model blended learning yang mendorong
pembelajaran berpusat kepada siswa dan guru sebagai fasilitator (Asmendri, dan
Sari, 2018).
Teori belajar
lainnya yang diguakan dalam model pembelajaran blended learning yaitu teori kognitif, dimana Teori belajar
kognitif merupakan proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan
informasi dan aspek kejiwaan lainnya yang tidak dapat diamati secara langsung.
Perubahan perilaku seseorang yang tampak sesungguhnya hanyalah refleksi dari
perubahan internalisasi presepsi dirinya terhadap sesuatu yang dipikirkannya.
Teori pembelajaran kognitif menghasilkan teori pengolahan informasi yag
menjelaskan pengolahan, penyimpanan dan penarikan kembali pengetahuan didalam
pikiran. Dimana stimulus yang dating dari luar direspon sebagai activator kerja
memori otak untuk membentuk dan mengembangkan struktur kognitif melalui proses
asimilasi dan akomodasi yang terus menerus diperbaharui, sehingga akan selalu
ada saja sesuatu yang baru dalam memori dari setiap akhir kegiatan belajar. Teori
belajar kognitif menekankan belajar sebagai salah satu struktur pengetahuan
yang di organisir, dimana teori kognitif berkaitan erat dengan tujuan model blended
learning yaitu untuk memfasilitasi terjadinya pembelajaran dengan menyediakan
media pembelajaran dengan memperhatikan karakteristik siswa dalam belajar
(Asmendri, dan Sari, 2018).
Alasan untuk
menggunakan model blended learning
menurut bath and Bourke (2010) yaitu untuk memperluas kesempatan belajar, mendukung
aktivitas pembelajaran, mendukung sumber informasi bagi siswa, meningkatkan
peran serta dan mendukung untuk ikut serta dengan aktif pada pembelajaran. Guru
berperan sebagai fasilitator yang memadukan pembelajaran online contoh media
yang dapat membantu pembelajaran secara online yaitu aplikasi zoom dan goggle
form, selanjutnya guru mendesain
pembelajaran yang sesuai dengan tujuan, dan mendorong siswa untuk aktif melalui
feedback yang membangun dan memotivasi serta memberikan saran dan masukan yang
dibutuhkan guna meningkatkan minat dan pengetahuan.
Komentar
Posting Komentar